Selasa, 15 Desember 2009

BAHASA SEHAT DAN BAHASA SAKIT: “KALA ILMU BERTANYA PADA BAHASA?”

Ilmu: Bahasa pernahkah kamu sakit seperti manusia? Ataukah pernahkah kamu sehat seperti manusia juga?

Bahasa: kenapa kamu bertanya pertanyaan seperti itu padaku Ilmu? Kerjamu memang suka bertanya terus…

Ilmu: ya karena memang tugasku adalah bertanya……..Emmm, tetapi sebenarnya aku mendapat tugas dari Orang Tua Bermbut Putih untuk menjelaskan bahasa sehat dan bahasa sakit. Tapi aku tidak tahu harus menjelaskan apa, jadi aku bertanya saja padamu

Bahasa: kenapa ia bertanya tentang itu padamu?

Ilmu : entahlah, aku juga tak tahu kenapa ia bertanya tentang bahasa sakit dan bahasa sehat dari sekian banyak pertanyaan yang ada….mungkin ia telah kehabisan pertanyaan jadi ia bertanya pertanyaan itu padaku. Tapi itu tidak penting kenapa ia bertanya seperti itu, yang penting kau harus membantu menjawabnya. Bagaimana??

Bahasa: Ya baiklah….baiklah….tapi aku juga tidak tahu bagaimana caranya menjawab pertanyaanmu tadi..Aku baru tahu kalau Aku ada yang sakit dan ada yang sehat juga?? (Sambil menggaruk-garuk kepalanya)

Ilmu: itu tidak penting….yang penting kau menjawab saja pertanyaan yang akan kuberikan. Aku tanya, kamu jawab. Itu saja….kamu tak usah berfikir pusing-pusing

Bahasa: Lalu apa pertanyaanmu?

Ilmu: baik pertanyaan pertama, kapan kau lahir?

Bahasa: tak tahulah aku! Mana ku tahu itu, orang tua saja aku tak punya…setahuku sejak Tuhan menciptakan seisi alam ini aku sudah ada

Ilmu: ya bagus…untuk apa kau diciptakan?

Bahasa: mungkin agar semua makhluk di muka bumi ini bisa saling bertegur sapa, menyampaikan informasi, mengekspresikan diri mereka…..

Ilmu : Bagaimana mereka bisa memakaimu??

Bahasa: emmm dengan banyak cara, tulisan, ucapan, gambar, sentuhan, senyuman, tangisan, cacian, banyak sekali Ilmu, aku susah kalau harus menyebutkan satu persatu

Ilmu: Ya..ya….tidak apa-apa. Pertanyaan selanjutnya, pernahkah kau dilukai atau disakiti oleh manusia atau makhluk yang lain?

Bahasa: Ya pasti! Aku merasa sakit bila, mereka menggunakan diriku untuk saling menyakiti, saling membunuh, saling memfitnah, saling melukai, saling mencaci…..betapa sedihnya aku

Ilmu: Bagaimana mereka bisa melakukan hal itu padamu??

Bahasa: Ya melalui ucapan-ucapan mereka sampaikan rasa benci antar sesama manusia hanya gara-gara perbedaan suku, agama, warna kulit. Atau saat yang lain mereka gunakan aku dalam bentuk tulisan untuk menyampaikan berita yang bohong kepada orang banyak tentang kejadian yang sebenarnya tidak terjadi. Atau melalui senyuman, mereka pura-pura menangis dibalik penderitaan saudara mereka sendiri. Atau dengan senyuman mereka memberikan penghargaan terhadap keberhasilan saudara mereka, padahal dibalik senyum itu mereka memiliki rencana yang jahat untuk memusnahkan saudara mereka sendiri

Ilmu: Kenapa kau diam saja, tidak melawan atau membrontak??

Bahasa: Kau pikir, aku hanya diam sajakah Ilmu? Ingin aku membrontak tapi apa dayaku, aku hanyalah alat yang manusia gunakan untuk mencapai tujuan mereka. Aku cuma bisa berdoa pada Sang Khalik, agar mereka mendapatkan hidayah dan petunjuk atas keburaman hati mereka. Karena selemah-lemahnya Iman adalah doa, Ilmu.

Ilmu: Ya baiklah…..aku paham. Lalu pernahkah kau merasa senang di saat yang lain?

Bahasa: Ya tentu saja, ketika ada manusia-manusia terpilih yang menyampaikan sesuatu denganku atas dasar kebenaran dan kejujuran, tanpa cacian, tanpa hasutan dan hanya ada cinta kasih. Sungguh saat itu aku merasa bagai bayi yang beru terlahir ke dunia, tanpa cela dan dosa. Ketika mereka menggunakan aku hanya untuk menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, itulah tepatnya yang ada dalam Al-Qur’an

Ilmu: emmmm….kau sudah menjawab pertanyaanku…terima kasih

Bahasa : Itu saja?

Ilmu : ya…aku harus pergi dan bertanya pada yang lain untuk menyelesaikan tugasku….selamat tinggal Bahasa

1 komentar:

  1. Aku tengok ke sana maka aku temukan bahasaku dalam ruang dan waktu. Jikalau aku hilangkan ruang dan waktu itu maka lenyap pula bahasaku beserta diriku. Bahasaku itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada, dan ternyata masih tetap berada dalam ruang dan waktu. Anehnya aku menemukan bahwa ruang dan waktu itu ternyata bahasaku juga. Ketika kesadaranku akan ruang dan waktu menurun ternyata kesalahan bahasaku menaik. Ketika kesadaran ruang dan waktuku menaik ternyata kesalahan bahasaku menurun. Jadi aku telah menemukan fungsi kesalahan bahasaku itu berbanding terbalik dengan kesadaran ruang dan waktuku. Sedangkan hatiku telah hadir untuk menjawab apakah kesalahanku itu rendah, tinggi, kecil, besar, di dalam pikiranku, di dalam hatiku, di luar diriku, atau di luar kesadaranku? Maka uraianku atas semuanya itulah pengetahuan dan filsafat ku. Jadi aku menemukan filsafatku itu tercerai berai di antara bahasa-bahasaku.

    BalasHapus